komunikasi

Senin, 26 Maret 2012

MENELADANI IBRAHIM AS. DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG KIAN CARUT MARUT


MENELADANI IBRAHIM AS. DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG KIAN CARUT MARUT

 إِنَّ اْلحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَ
نْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شرَيِْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Allahu Akbar, Allahu Akbar …
Kumandang takbir kembali membahana di seluruh pelosok dunia, menyambut hari akbar bagi ummat Islam, sebuah hari yang sarat dengan makna dan nilai. Inilah hari raya kurban atau Idul Adha yang pada tahun ini jatuh pada hari ahad. Untuk semua kenikmatan ini, sangat wajar jika kita mengucapkan syukur sambil memuji Allah SWT, Sang Khaliq Penguasa Alam Semesta, Yang Maha Kuasa dan Perkasa.
Tidak lupa pula, shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada panutan abadi, Muhammad Rasulullah SAW, yang gigih dalam memperjuangkan agama Tauhid, sebuah agama yang diwarisinya dari Bapak Tauhid, Nabi Allah Ibrahim AS.
Jama’ah shalat Ied yang berbahagia,
Di tengah-tengah kekhusyu’an kita menyambut Hari Akbar ini, fenomena di sekitar perlu kita renungkan dalam-dalam. Bangsa kita yang sudah lebih dari 65 tahun merdeka, masih menyisakan masalah yang harus kita selesaikan bersama-sama. Kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia yang menjadi cita-cita kemerdekaan, masih jauh dari harapan. Jumlah orang miskin dan pengangguran yang kian membengkak adalah gambaran statistik bahwa sebagian besar rakyat kita masih belum merdeka dari belenggu kesengsaraan.
Di tengah-tengah kondisi rakyat yang sengsara, dipertontonkan perilaku korupsi yang marak dilakukan dan tanpa basa-basi lagi. Triyunan rupiah raib di telan mulut-mulut serakah. Alih-alih menjadi yang di depan dalam pemberantasan korupsi, KPK, kepolisian dan kejakasaan justru asik berseteru sambil menyuguhkan sebuah tontonan layaknya cerita dalam dunia hewan, perseturuan antara cicak dan buaya.
Akhlaq masyarakat kita juga semakin hari kian memprihatinkan. Budaya selingkuh kian menjadi trend, angka pengguguran kandungan di luar menikah sangat mencengangkan, pengguna narkoba tidak pandang bulu lagi, anak-anak tingkat sekolah dasar sudah banyak yang terjerumus. Angka kriminalitas juga mengalami peningkatan. Berita pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, kerusuhan dapat kita saksikan setiap hari.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….
Masyarakat kita memang sedang sakit, dan perlu mendapat perawatan intensif dalam ruang gawat darurat. Kita harus terpanggil untuk menjadi dokter dan perawat dalam ruang itu. Kita tidak boleh berdiam diri menyaksikan sakit bangsa dan masyarakat kita semakin parah. Untuk itu pada kesempatan Idul Adha kali ini, kita jadikan sebagai ajang muhasabah dan menyusun kekuatan secara jama’i dalam menghadapi tantangan umat di masa sekarang dan masa mendatang.
Idul Adha sarat dengan makna dan nilai yang perlu digali dan diaktualisasikan kembali. Idul Adha identik dengan kisah Nabi Ibrahim AS dan keluarganya yang sangat relevan untuk diteladani. Ibrahim, sang bapak tauhid adalah Nabi ulul ‘azmi, nabi pilihan dan juga bapak dari para nabi-nabi setelahnya, termasuk nabi kita Muhammad SAW. Meneladani Ibrahim adalah seruan al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. an-Nahl: 120
 ”Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan)”
Uswah yang terdapat dalam pribadi Ibrahim juga difirmankan Allah dalam Q.S. al-Mumtahanah: 6
“Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji.”
Keteladanan apa yang kita peroleh dari Nabi Ibrahim? Ada banyak keteladanan Ibrahim yang terekam dalam al-Qur’an al-Karim. Ibrahim sendiri disebut dalam al-Qur’an sebanyak 121 ayat. Dari informasi 121 ayat itu, paling tidak ada empat sifat keteladanan dalam diri Nabi Ibrahim AS.
Jama’ah Ied yahdikumullah….
Keteladanan pertama yang bisa kita peroleh dari Ibrahim adalah keteguhan beliau dalam memegang prinsip, khususnya prinsip tauhid. Dalam menghadapi tantangan seberat apapun, termasuk saat dia berhadapan dengan bapaknya sendiri yang syirik, beliau sangat teguh. Kita perhatikan firman Allah dalam Q.S. at-Taubah: 114 berikut:
“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.”
Dari ayat itu pula kita dapat informasi bahwa Ibrahim juga seorang yang lembut dan penyantun. Sikap keras dalam memegang prinsip tauhid, tidak lantas membuat sikap terhadap sesama manusia menjadi sedemian keras dan kaku. Hubungan baik dengan sesama manusia tetap dijaga, karena pada hakekatnya seorang nabi, dan mungkin juga seorang ustadz atau pemimpin ummat saat ini adalah pelayan masyarakat yang harus punya sikap lemah lembut.
Jama’ah shalat ied yang berbahagia….
Ibrahim adalah pejuang sejati yang tidak mempunyai rasa putus asa jika menghadapi tantangan yang berat. Kegigihan dalam perjuangan ini perlu ditiru mengingat tantangan dakwah Islam akhir-akhir ini juga menghadapi tantangan jaman yang kian berat. Firman Allah dalam Q.S. al-Anbiya: 51-66 menyuguhkan kisah keteguhan Ibrahim bahkan saat berhadapan dengan kekuasaan sekalipun. Ibrahim berprinsip, bahwa kebenaran adalah kebenaran yang tidak bisa ditawar-tawar. Hal ini tentu berbeda dengan kebanyakan para pemimpin ummat kita sekarang yang mudah menjual kebenaran untuk ditukar dengan kekuasaan dan uang. Karena keteguhan Ibrahim ini, kemudian Allah menyelamatkan Ibrahim dari hukuman api yang membakar, seperti tergambar dalam Q.S. al-Anbiyah: 69
“Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”
Puncak keteladanan Ibrahim adalah kerelaan beliau mengorbankan apa saja untuk Allah SWT. Termasuk harus mengorbankan sang putra tercinta Ismail AS. Allah menggambarkan pengorbanan Ibrahim itu dalam sebuah dialog antara Ibrahim dengan Ismail yang terekam dalam Q.S. Q.S. ash-Shaffat: 102:
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
Walaupun kemudian di saat Ibrahim sudah bersiap hendak menyembelih Ismail, Allah menggantinya dengan seokor hewan sembelihan, seperti diinformasikan dalam Q.S. ash-Shaffat: 107:
“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”
 Pengorbanan sebenarnya adalah inti sebuah keberagamaan. Mustahil bisa beragama dengan baik, tanpa adanya pengorbanan. Walaupun secara tegas Allah menyatakan bahwa pengorbanan seorang hamba manfaatnya akan kembali kepada hamba itu sendiri dan kemashlahatan ummat manusia. Allah Maha Kaya dari seluruh alam semesta.
Jama’ah shalat Ied rahimakumullah….
Sungguh sulit kita temukan di tengah-tengah kita, muslim yang bisa mengorbankan apa saja demi untuk perjuangan Islam. Bahkan yang banyak adalah mereka berjuangan untuk kemakmuran dan kemuliaan diri mereka sendiri. Masih teringat di benak kita, betapa para politisi sebelum bertarung di pemilu mengobral janji setinggi langit, akan tetapi bisa kita saksikan sekarang, apa yang mereka perjuangkan untuk rakyat?
Semangat pengorbanan Ibrahim perlu kita kobarkan kembali. Sebuah semangat mengorbankan ego untuk mengedepankan loyalitas keummatan. Kita gambarkan semangat pengorbanan itu dengan menyembelih hewan kurban pada hari Idul Adha ini, sebagai simbol kecintaan kita kepada millah Ibrahim yang hanif. Hanya saja yang perlu kita ingat, bahwa menyembelih hewan kurban bukanlah pengorbanan yang sesungguhnya yang dikehendaki Allah. Ini tercermin dalam firman-Nya Q.S al-Hajj: 37
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”.
 Hanya ketaqwaan yang akan sampai kepada Allah. Taqwa merupakan puncak pengorbanan seorang hamba kepada Sang Khaliq, karena taqwa mengehendaki kepasrahan total (islam) dan amal nyata yang kongkret (total actions) dalam realitas sehari-hari. Firman Allah yang panjang dalam Q.S. al-Baqarah: 177 mengambarkan sikap taqwa seorang hamba.
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
Demikian khutbah Idul Adha dalam kesempatan ini, mudah-mudahan kita mendapat kekuatan untuk bisa meneladani sikap dan sifat Nabi Allah Ibrahim AS, dalam rangka membentuk karakter ummat Islam untuk menghadapi berbagai masalah dan cobaan yang mendera masyarakat dan bangsa kita tercinta ini. Yang terakhir, mari kita berdo’a ke hadirat Allah SWT dengan hati yang khusyu’ dan penuh harap.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar