MENELADANI IBRAHIM AS. DALAM
KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG KIAN CARUT MARUT
إِنَّ اْلحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَ
نْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ
يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ
أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شرَيِْكَ
لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا
تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Allahu Akbar, Allahu Akbar …
Kumandang takbir kembali membahana di seluruh
pelosok dunia, menyambut hari akbar bagi ummat Islam, sebuah hari yang sarat
dengan makna dan nilai. Inilah hari raya kurban atau Idul Adha yang pada tahun
ini jatuh pada hari ahad. Untuk semua kenikmatan ini, sangat wajar jika kita
mengucapkan syukur sambil memuji Allah SWT, Sang Khaliq Penguasa Alam Semesta,
Yang Maha Kuasa dan Perkasa.
Tidak lupa pula, shalawat dan salam semoga tetap
tercurah kepada panutan abadi, Muhammad Rasulullah SAW, yang gigih dalam
memperjuangkan agama Tauhid, sebuah agama yang diwarisinya dari Bapak Tauhid,
Nabi Allah Ibrahim AS.
Jama’ah shalat Ied yang berbahagia,
Di tengah-tengah kekhusyu’an kita menyambut Hari
Akbar ini, fenomena di sekitar perlu kita renungkan dalam-dalam. Bangsa kita
yang sudah lebih dari 65 tahun merdeka, masih menyisakan masalah yang harus
kita selesaikan bersama-sama. Kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia yang
menjadi cita-cita kemerdekaan, masih jauh dari harapan. Jumlah orang miskin dan
pengangguran yang kian membengkak adalah gambaran statistik bahwa sebagian
besar rakyat kita masih belum merdeka dari belenggu kesengsaraan.
Di tengah-tengah kondisi rakyat yang sengsara,
dipertontonkan perilaku korupsi yang marak dilakukan dan tanpa basa-basi lagi.
Triyunan rupiah raib di telan mulut-mulut serakah. Alih-alih menjadi yang di
depan dalam pemberantasan korupsi, KPK, kepolisian dan kejakasaan justru asik
berseteru sambil menyuguhkan sebuah tontonan layaknya cerita dalam dunia hewan,
perseturuan antara cicak dan buaya.
Akhlaq masyarakat kita juga semakin hari kian
memprihatinkan. Budaya selingkuh kian menjadi trend, angka pengguguran
kandungan di luar menikah sangat mencengangkan, pengguna narkoba tidak pandang
bulu lagi, anak-anak tingkat sekolah dasar sudah banyak yang terjerumus. Angka
kriminalitas juga mengalami peningkatan. Berita pembunuhan, pemerkosaan,
perampokan, kerusuhan dapat kita saksikan setiap hari.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….
Masyarakat kita memang sedang sakit, dan perlu
mendapat perawatan intensif dalam ruang gawat darurat. Kita harus terpanggil
untuk menjadi dokter dan perawat dalam ruang itu. Kita tidak boleh berdiam diri
menyaksikan sakit bangsa dan masyarakat kita semakin parah. Untuk itu pada
kesempatan Idul Adha kali ini, kita jadikan sebagai ajang muhasabah dan
menyusun kekuatan secara jama’i dalam menghadapi tantangan umat di masa
sekarang dan masa mendatang.
Idul Adha sarat dengan makna dan nilai yang perlu
digali dan diaktualisasikan kembali. Idul Adha identik dengan kisah Nabi
Ibrahim AS dan keluarganya yang sangat relevan untuk diteladani. Ibrahim, sang
bapak tauhid adalah Nabi ulul ‘azmi, nabi pilihan dan juga bapak dari para
nabi-nabi setelahnya, termasuk nabi kita Muhammad SAW. Meneladani Ibrahim
adalah seruan al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. an-Nahl: 120
”Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang
imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan
sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan)”
Uswah yang terdapat dalam pribadi Ibrahim juga
difirmankan Allah dalam Q.S. al-Mumtahanah: 6
“Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan
umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap
(pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang
berpaling, maka sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji.”
Keteladanan apa yang kita peroleh dari Nabi
Ibrahim? Ada banyak keteladanan Ibrahim yang terekam dalam al-Qur’an al-Karim.
Ibrahim sendiri disebut dalam al-Qur’an sebanyak 121 ayat. Dari informasi 121
ayat itu, paling tidak ada empat sifat keteladanan dalam diri Nabi Ibrahim AS.
Jama’ah Ied yahdikumullah….
Keteladanan pertama yang bisa kita peroleh dari
Ibrahim adalah keteguhan beliau dalam memegang prinsip, khususnya prinsip
tauhid. Dalam menghadapi tantangan seberat apapun, termasuk saat dia berhadapan
dengan bapaknya sendiri yang syirik, beliau sangat teguh. Kita perhatikan
firman Allah dalam Q.S. at-Taubah: 114 berikut:
“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada
Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah
diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya
itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya
Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.”
Dari ayat itu pula kita dapat informasi bahwa
Ibrahim juga seorang yang lembut dan penyantun. Sikap keras dalam memegang
prinsip tauhid, tidak lantas membuat sikap terhadap sesama manusia menjadi
sedemian keras dan kaku. Hubungan baik dengan sesama manusia tetap dijaga,
karena pada hakekatnya seorang nabi, dan mungkin juga seorang ustadz atau
pemimpin ummat saat ini adalah pelayan masyarakat yang harus punya sikap lemah
lembut.
Jama’ah shalat ied yang berbahagia….
Ibrahim adalah pejuang sejati yang tidak
mempunyai rasa putus asa jika menghadapi tantangan yang berat. Kegigihan dalam
perjuangan ini perlu ditiru mengingat tantangan dakwah Islam akhir-akhir ini
juga menghadapi tantangan jaman yang kian berat. Firman Allah dalam Q.S.
al-Anbiya: 51-66 menyuguhkan kisah keteguhan Ibrahim bahkan saat berhadapan
dengan kekuasaan sekalipun. Ibrahim berprinsip, bahwa kebenaran adalah
kebenaran yang tidak bisa ditawar-tawar. Hal ini tentu berbeda dengan
kebanyakan para pemimpin ummat kita sekarang yang mudah menjual kebenaran untuk
ditukar dengan kekuasaan dan uang. Karena keteguhan Ibrahim ini, kemudian Allah
menyelamatkan Ibrahim dari hukuman api yang membakar, seperti tergambar dalam
Q.S. al-Anbiyah: 69
“Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah,
dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”
Puncak keteladanan Ibrahim adalah kerelaan beliau
mengorbankan apa saja untuk Allah SWT. Termasuk harus mengorbankan sang putra
tercinta Ismail AS. Allah menggambarkan pengorbanan Ibrahim itu dalam sebuah
dialog antara Ibrahim dengan Ismail yang terekam dalam Q.S. Q.S. ash-Shaffat:
102:
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur
sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah
apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
Walaupun kemudian di saat Ibrahim sudah bersiap
hendak menyembelih Ismail, Allah menggantinya dengan seokor hewan sembelihan,
seperti diinformasikan dalam Q.S. ash-Shaffat: 107:
“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor
sembelihan yang besar”
Pengorbanan sebenarnya adalah inti sebuah
keberagamaan. Mustahil bisa beragama dengan baik, tanpa adanya pengorbanan.
Walaupun secara tegas Allah menyatakan bahwa pengorbanan seorang hamba
manfaatnya akan kembali kepada hamba itu sendiri dan kemashlahatan ummat
manusia. Allah Maha Kaya dari seluruh alam semesta.
Jama’ah shalat Ied rahimakumullah….
Sungguh sulit kita temukan di tengah-tengah kita,
muslim yang bisa mengorbankan apa saja demi untuk perjuangan Islam. Bahkan yang
banyak adalah mereka berjuangan untuk kemakmuran dan kemuliaan diri mereka
sendiri. Masih teringat di benak kita, betapa para politisi sebelum bertarung
di pemilu mengobral janji setinggi langit, akan tetapi bisa kita saksikan
sekarang, apa yang mereka perjuangkan untuk rakyat?
Semangat pengorbanan Ibrahim perlu kita kobarkan
kembali. Sebuah semangat mengorbankan ego untuk mengedepankan loyalitas
keummatan. Kita gambarkan semangat pengorbanan itu dengan menyembelih hewan
kurban pada hari Idul Adha ini, sebagai simbol kecintaan kita kepada millah
Ibrahim yang hanif. Hanya saja yang perlu kita ingat, bahwa menyembelih hewan
kurban bukanlah pengorbanan yang sesungguhnya yang dikehendaki Allah. Ini
tercermin dalam firman-Nya Q.S al-Hajj: 37
“Daging-daging unta dan darahnya itu
sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari
kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk
kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah
kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”.
Hanya ketaqwaan yang akan sampai kepada
Allah. Taqwa merupakan puncak pengorbanan seorang hamba kepada Sang Khaliq,
karena taqwa mengehendaki kepasrahan total (islam) dan amal nyata yang kongkret
(total actions) dalam realitas sehari-hari. Firman Allah yang panjang dalam
Q.S. al-Baqarah: 177 mengambarkan sikap taqwa seorang hamba.
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur
dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman
kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang
meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji,
dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.
Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang
yang bertakwa.”
Demikian khutbah Idul Adha dalam kesempatan ini,
mudah-mudahan kita mendapat kekuatan untuk bisa meneladani sikap dan sifat Nabi
Allah Ibrahim AS, dalam rangka membentuk karakter ummat Islam untuk menghadapi
berbagai masalah dan cobaan yang mendera masyarakat dan bangsa kita tercinta
ini. Yang terakhir, mari kita berdo’a ke hadirat Allah SWT dengan hati yang
khusyu’ dan penuh harap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar